Secara tradisional,pendidikan diaartikan sebagai
suatu proses untuk membentuk tingkah laku, baik secara fisik, intelektual,
emosional, maupun moral sesuai dengan moral sesuai dengan nilai dan pengetahuan
yang menjadi pondasi budaya dalam masyarakat.[1]
Perkataan “akhlak” berasal dari bahasa arab, jama’
dari “khuluqun” yang menurut logat diartikan budi pekerti, perangai, tingkah
laku atau tabi’at. Rumusan pengertian akhlak timbul sebagai media yang
memungkinkan adanya hubungan baik antara khaliq dan makhluk serta anatar
makhluk dan makhluk.
Akhlak adalah suatu ilmu yang menjelaskan arti baik
dan buruk, menerangkan apa yangseharusnya dilakukan oleh setengah manusia
kepada lainnya. Menyatakan tujuan yang harus dituju oleh manusia dalam
perbuatan mereka dan menunjukkan jalan untuk melakukan apa yangharus diperbuat.
Sedangkan pendidikan akhlak sebagaimana dirumuskan
oleh Ibn Miskawaih dan dikutip oleh Abudin Nata, merupakan upaya kearah
terwujudnya sikap batin yang mampu mendorong secara spontan lahirnya perbuatan-perbuatan
yang bernilai baik dari seseorang. Dalam pendidikan akhlak ini, kriteria benar
dan salah untuk menilai perbuatan yang muncul merujuk pada al Qur’an dan sunnah
sebagai sumber tertinggi ajaran islam.
Mubarok mengemukakan
bahwa akhlak adalah keadaan batin seseorang yang menjadi sumber lahirnya
perbuatan dimana perbuatan itu lahir dengan mudah tanpa memikirkan untung dan
rugi. Orang yang berakhlak baik akan melakukan kebaikan secara spontan tanpa
pamrin apapun. Demikian juga orang yang berakhlak buruk, melakukan keburukan
secara spontan tanpa memikirkan akibat bagi dirinya maupun yang dijahati.
Sedangkan Sa’adudin, mengemukakan bahwa akhlak
mengandung beberapa arti, diantaranya:
a. tabi’at,
yaitu sifat dalam diri yang terbentuk oleh manusia tanpa dikehendaki dan tanpa
diupayakan
b. adat,
yaitu sifat dalam diri yang diupayakan manusia melalui latihan, yakni
berdasarkan keinginan.
c. Watak,
cakupannya meliputi hal-hal yang menjadi tabi’at dan hal-hal yang diupayakan
hingga menjadi adat.
Dengan demikian maka
pendidikan akhlak bisa dikatakan sebagai
pendidikan moral dalam diskursus pendidikan islam. Telaah lebih dalam terhadap
konsep akhlak yang dirumuskan oleh para tokoh pendidikan islam masa lalu
seperti Ibnu Miskawaih, al Qabisi, Ibn Sina, al Ghazali dan al Zarnuji
menunjukkan bahwa tujuan puncak pendidikan akhlak adalah terbentuknya karakter
positif dalam perilaku anak didik. Karakter positif ini tiada lain adalah
penjelmaan sifat-sifat mulia Tuhan dalam kehidupan manusia.[2]
Implementasi
akhlak dalam islam tersimpul dalam karakter pribadi Rasulullah saw. Dalam
pribadi Rasul, bersemai nilai-nilai akhlak yang mulia dan agung. Al Qur’an
dalam Surah al Ahzab/33 ayat 21 menyatakan:” sesungguhnya telah ada pada diri
Rasulullah suri tauladan yang baik “ dalam suatu hadist juga menyatakan “
sesungguhnya aku diutus didunia itu tak lain hanya menyempurnakan akhlak budi
pekerti yang mulia “ (HR. Ahmad)
Akhlak
tidak diragukan lagi memiliki peran besar dalam kehidupan manusia. Pembinaan
akhlak dimulai dari individu. Hakikat akhlak itu memang individual. Karenanya,
pembinaan akhlak dimulai dari sebuah gerakan individual, yang kemudian
diproyeksikan menyebar
keindividu-individu lainnya, lalu setelah jumlah individu yang tercerahkan
secara akhlak menjadi banyak, dengan sendirinya akan mewarnai kehidupan
masyarakat. Pembinaan akhlak selanjutnya dilakukan dalam lingkungan keluarga
dan harus dilakukan sedini mungkin sehingga mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
anak. Melalui pembinaan akhlak pada setiap individu dan keluarga akan tercipta
peradaban masyarakat yang tentram dan sejahtera.
Dalam
islam, akhlak menempati kedudukan penting dan dianggap memiliki
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Nama